Ablative Laser (for expert) written by dr Gerry Wonggokusuma , Dipl. AAAM (USA), Dipl. CIBTAC (UK)
Terpapar sinar matahari selama bertahun tahun
akan menyebabkan kulit menjadi depigmentasi, telangektasia (pelebaran pembuluh
darah pada wajah) , keriput dan kendur. Secara histologis, efek penuaan ini
biasanya terbatas pada epidermis dan dermis papilaris bagian atas, oleh karena itu
efek penuaan ini dapat diterapi dengan berbagai macam cara, antara lain laser
ablatif, laser non ablatif , chemical peeling dan dermabrasi. Evaluasi
preoperatif pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Pemilihan pasien yang akan menjalani prosedur laser ablatif ini harus tepat dan
benar, sebab terapi laser ablatif ini dapat menimbulkan komplikasi seperti
lamanya proses kesembuhan, perubahan pigmentasi / warna kulit dan jaringan
parut yang tidak diharapkan. Kemampuan emosional pasien dalam mentoleransi
ketidaknyamanan akan menentukan laser ablatif mana yang cocok untuk pasien
tersebut. Walaupun laser CO2 dan Er:YAG (Erbium-Ytrium-garnet) memberikan hasil
yang kurang lebih sama, belum tentu pasien dapat memiliki toleransi yang tinggi
terhadap ketidaknyamanan post operatif penyinaran laser ini. Oleh karena itu
untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi ketidaknyamanan post operatif dengan
laser ablatif lebih disarankan memakai short pulse Er:YAG laser atau laser non
ablatif yang lebih tidak menimbulkan efek samping.
Sampai hari ini belum ada konsensus yang
membahas laser manakah yang cocok untuk pasien tertentu. Penggunaan bahan-bahan
berbasis asam retinoat topikal, hidrokuinon (obat yang dapat mencerahkan kulit)
atau asam alfa hidroksi beberapa minggu sebelum menjalani prosedur penyinaran
laser ablatif terbukti dapat mempercepat
proses penyembuhan dan mengurangi insidens hiperpigmentasi. Penyinaran laser menyebabkan deepitelisasi
kulit sehingga menyebabkan kontaminasi bakteri tinggi, sehingga beberapa dokter
memakai antiobiotik untuk profilaksis. Hal ini merupakan kontroversi, sebab ada
suatu penelitian studi kontrol yang mengatakan tidak ada perbedaan hasil baik
pada pasien yang diberikan antibiotik profilaksis dan tidak.
Berikut ini beberapa pertanyaan yang harus
dicermati dalam memilih pasien yang inign menjalani prosedur laser non ablatif:
- Apakah lesi dapat diobati dengan penyinaran laser ablatif? Semua jenis lesi yang mencurigakan harus dibiopsi terlebih dahulu
- Apakah pasien pernah menjalani prosedur pada wajah sebelumnya? Laser ablatif dapat menyamarkan hipopigmentasi atau fibrosis yang disebabkan oleh dermabrasi, cryosurgery atau phenol peeling. Pasien yang menjalani prosedur blepharoplasty menggunakan pendekatan eksternal memiliki resiko tinggi mengalami ektropion bila dilakukan penyinaran laser ablatif pada daerah infraorbital
- Apa jenis fototipe kulit pasien? Pasien dengan kulit yang lebih cerah (fototipe I atau II) memiliki resiko hiperpigmentasi postoperatif dibandingkan dengan pasien dengan kulit yang lebih gelap.
- Apakah pasien pernah memiliki riwayat terkena herpes labialis? Pasien yang kulitnya ter deepitelialisasi rentan terhadap infeksi virus, disamping itu, bila sebelumnya pernah terkan herpes labialis, ada kemungkinan dapat terjadi reinfeksi. Oleh karena itu, pasien dengan riwayat herpes labialis harus diberikan profilaksis antibiotik.
- Apakah pasien memiliki defisiensi imunologik atau penyakit autoimun? Fungsi imunologi yang baik dan mekanisme perbaikkan kolagen sangat penting untuk mempercepat penyembuhan jaringan.
- Apakah pasien sedang meminum obat-obatan yang kontraindikasi dengan prosedur penyinaran laser? Penggunaan isotretinoin dapat menimbulkan jaringan parut hipertrofik dan memberikan efek yang kurang baik untuk penyembuhan luka dan kolagenesis. Setidaknya penggunaan isotretinoin harus dihentikan 6 bulan sebelum penyinaran dilakukan.
- Apakah pasien memiliki kecenderungan memiliki keloid atau jaringan parut hipertrofi? Pasien dengan kecenderungan ini memiliki resiko terbentuk jaringan parut lebih besar terlepas dari kemampuan dokter atau alat laser tersebut.
- Apakah pasien dapat tahan menghadapi rasa tidak nyaman setelah post operatif? Bila tidak, sebaiknya pasien jangan menjalani penyinaran laser ablatif. Dapat dipakai alternatifnya seperti short pulse Er: YAG laser.
Written
by: dr Gerry Wonggokusuma , Dipl. AAAM (USA), Dipl. CIBTAC (UK)
Comments
Post a Comment